Luvmelove.com – Pada peringatan Hari Buruh Internasional, Kamis (1/5), sejumlah organisasi pekerja perempuan menggelar aksi May Day 2025 di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, sejak pukul 08.00 WIB.

Aksi yang diikuti berbagai elemen serikat pekerja, aktivis, dan komunitas buruh perempuan ini menyerukan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), sekaligus menuntut keadilan atas ketimpangan hak kerja bagi perempuan, mulai dari upah, cuti melahirkan, hingga cuti haid.

“Kenapa mesti aksi? Kita mesti merayakan kemenangan delapan jam kerja hingga hari ini. Jadi, kalau kita turun ke jalan, itu tentu saja untuk menyatakan bahwa hari ini adalah hari raya kita sebagai buruh. Sebagai pekerja perempuan, kita layak memperjuangkan hak dan kepentingan kita. Bukan hanya soal jam kerja, tapi juga soal PHK, upah, kontrak, outsourcing, hingga hak maternitas buruh perempuan. Ini adalah momen bagi kita untuk menyuarakan tuntutan dan aspirasi. Dan secara hukum, apa yang kita lakukan ini dilindungi oleh hukum di Indonesia,” ujar Jumisih, mantan buruh yang kini aktif di organisasi Jala PRT dan menjadi pengurus Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia.

Menurut Jumisih, isu paling mendesak yang dihadapi pekerja perempuan saat ini adalah pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Ia juga menyoroti pentingnya perluasan definisi pekerja, mengingat banyak pekerja informal yang belum diakui secara hukum.

Sebagai pengurus organisasi serikat buruh Indonesia, Jumisih menambahkan bahwa diskriminasi di tempat kerja masih sering terjadi, termasuk pengambilan hak-hak dasar seperti cuti haid, cuti melahirkan, dan minimnya ruang aman dari kekerasan.

Beragam tuntutan dilayangkan dalam aksi ini, yakni:

 

    1. Stop Solusi Palsu, pemerintah harus menghentikan kebijakan yang menyesatkan dan mengutamakan kesejahteraan buruh, perempuan, dan rakyat dengan keadilan ekonomi yang berbasis kehidupan, bukan profit.

 

    1. Stop PHK massal, dilakukannya penghentian PHK massal serta memberikan jaminan perlindungan bagi pekerja dan keluarganya dari dampak PHK.

 

    1. Perlindungan sosial untuk pekerja perawatan, pemerintah harus menyediakan fasilitas daycare yang berkualitas dan terjangkau, serta subsidi sosial bagi pekerja perawat dan domestik.

 

    1. Mewujudkan kebijakan jaminan sosial yang universal tanpa diskriminasi terhadap status kerja atau gender.

 

    1. Ratifikasi ILO 190 tentang penghapusan kekerasan dan pelecehan di dunia kerja, serta memberikan perlindungan terhadap pekerja informal, pekerja digital, pekerja migran, dan lainnya.

 

    1. Pencabutan UU TNI dan penolakan terhadap RKUHAP dan RUU Polri yang dianggap melegalkan represi terhadap warga sipil.

 

    1. Pengesahan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dan melibatkan masyarakat sipil dalam perumusan RUU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).

 

Jumiasih, mewakili seluruh pekerja perempuan, berharap agar kedepan tidak ada lagi sistem hubungan kerja sementara. Ia mendorong pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja serta penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourcing. Dengan demikian, para pekerja bisa memperoleh status tetap dan menikmati hubungan kerja yang berkelanjutan.

“Buat undang-undang ketenagakerjaan yang pro terhadap kepentingan buruh dan rakyat Indonesia bukan undang-undang yang merugikan dan semakin memerosotkan kehidupan pekerja di Indonesia,” harap Jumiasih kepada para pemangku kebijakan.

Picture of Devina

Devina

Luvmelove's Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *