Source: https://www.freepik.com/

Di tengah stigma bahwa profesi guru tidak sebanding dengan pekerjaan lain yang lebih menguntungkan secara finansial, banyak pendidik menemukan makna hidup yang mendalam dalam peran mereka sebagai pengajar. Dengan tantangan yang dihadapi, guru berkomitmen untuk membentuk karakter dan kepercayaan diri anak-anak. Meski profesi guru jelas-jelas memegang peran penting dalam membentuk masa depan bangsa, mengapa masih kerap dipandang sebelah mata?

Di tengah perannya yang besar dalam membentuk masa depan generasi muda, profesi guru masih sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Tidak sedikit yang menganggap banyak pekerjaan yang lebih menjanjikan secara finansial daripada menjadi seorang guru. Hal ini tercermin dari standar penghasilan guru di Indonesia, di mana menurut data dari Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) pada tahun 2024, 74% guru masih menerima upah di bawah standar upah minimum provinsi. Kondisi ini menunjukkan bahwa profesi guru masih harus mendapat atensi lebih dari pemerintah. 

Standar upah yang minim, membentuk pandangan seseorang akan peran guru yang seolah diremehkan. Padahal keseharian mereka dipenuhi tanggung jawab yang tidak ringan. Apalagi sebagai perempuan yang bekerja, harus menanggung beban ganda antara mendidik puluhan siswa di sekolah dengan perannya bagi keluarga, mengurus rumah tangga, dan memenuhi tanggung jawab pribadi. Di tengah tekanan itu, mereka tetap berusaha hadir sepenuh hati untuk anak-anak di kelas. Lebih dari sekadar soal gaji, menjadi guru adalah tentang dedikasi yang memberi dampak langsung pada kehidupan siswa melalui ilmu pengetahuan, perhatian, pendidikan karakter, dan dorongan yang mereka berikan setiap hari.

Menjadi guru bukan cuma soal mengajar atau menyampaikan materi pelajaran. Lebih dari itu, guru punya peran untuk memberi arti dalam hidup murid-muridnya, bahkan saat mereka sendiri sedang berada dalam keterbatasan. Di tengah anggapan bahwa sukses itu soal banyak uang dan hidup berkecukupan, guru justru menunjukkan bahwa kita bisa membawa dampak positif tanpa harus menunggu jadi kaya. Terkadang, hal kecil seperti mendengarkan cerita murid, memberi semangat, atau sekadar tersenyum justru bisa meninggalkan kesan mendalam dan berarti besar bagi mereka.

“Sukses itu sekarang buat aku bukan soal uang lagi, tapi soal bisa membuat anak-anak merasa percaya diri, bisa terbuka, dan merasa dilihat,” ungkap Selin, guru bimbingan konseling di sebuah sekolah dasar.

Pernyataan itu bukan sekadar kalimat motivasi, melainkan pengalaman nyata yang dijalani setiap hari. Selin mengaku, rasa puas muncul ketika melihat anak-anak yang dulu tertutup mulai berani berbicara, yang semula minder mulai menunjukkan potensi diri. Di sanalah ia merasa perannya sebagai guru berarti. Bukan karena gaji yang besar yang justru di Indonesia masih menjadi isu krusial tetapi karena dampak personal yang tak tergantikan.

“Kadang ada momen aku ingin menyerah, apalagi saat lihat anak-anak yang lagi kesulitan. Tapi tiap kali bertemu mereka, semangatku selalu balik lagi. Justru dari mereka aku banyak belajar tentang harapan dan keteguhan,” ujar Selin.

Di balik rutinitas mengajar yang terlihat sederhana, guru sebenarnya punya peran besar dalam membentuk karakter anak-anak. Bukan cuma soal pelajaran di buku, mereka juga mengajarkan hal-hal penting seperti empati, rasa hormat, dan kejujuran nilai-nilai dasar yang jadi bekal anak-anak untuk tumbuh jadi pribadi yang lebih peka dan peduli terhadap sekitarnya.

Dengan cara yang hangat dan sederhana, guru sering kali jadi lebih dari sekadar pengajar mereka juga jadi panutan dalam keseharian siswa. Salah satu cara yang dilakukan adalah memberi contoh langsung lewat sikap sehari-hari di kelas. 

“Aku selalu coba tunjukkan ke anak-anak kalau jadi orang baik itu penting. Mereka juga perlu belajar buat lihat dari sudut pandang orang lain,” ungkap Selin.

Di tengah tuntutan akademik dan tekanan sosial yang semakin tinggi, banyak siswa yang merasa tertekan oleh ekspektasi, terutama dari orang tua. Dalam situasi seperti ini, peran guru sebagai penyedia dukungan emosional menjadi sangat penting. Pujian tulus dan apresiasi kecil sering kali menjadi dorongan besar bagi anak-anak untuk lebih percaya diri, baik dalam pencapaian akademik maupun dalam mengekspresikan diri.

Meski begitu, para guru juga menghadapi tantangan besar salah satunya adalah bagaimana masyarakat memandang profesi mereka. Tidak sedikit yang masih menganggap guru sebagai pekerjaan kelas dua, padahal tanggung jawab yang mereka emban sangatlah besar. 

“Aku ingin mereka tahu bahwa jadi guru itu bukan hanya soal mengajar. Ini tentang membangun relasi, membentuk karakter, dan menciptakan ruang aman bagi anak-anak,” tegas Selin. 

Selin, seperti banyak guru lainnya, berharap pendidikan di Indonesia bisa menjadi ruang yang aman dan memberdayakan, baik secara fisik maupun emosional. Ia percaya bahwa kerja sama antara orang tua dan guru adalah kunci untuk menciptakan lingkungan belajar yang sehat bagi anak-anak.

Dengan dedikasi yang tulus dan keyakinan akan pentingnya peran pendidik, membuktikan bahwa menjadi guru bukan sekadar profesi, tapi panggilan hati. Di ruang kelas yang mungkin tak selalu sempurna, namun menemukan makna hidup yang sejati mengubah hidup anak-anak lewat hal-hal kecil yang dilakukan setiap hari.

 

Picture of Rachel

Rachel

Luvmelove's Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *