Luvmelove.com – Sebagai perempuan cara berpakaian adalah bagian dari bentuk ekspresi dalam mencintai diri sendiri. Namun sayangnya kebebasan ini seringkali terhambat oleh cara pandang dan stigma masyarakat yang mengkotak-kotakkan perempuan berdasarkan pilihan pakaiannya. Bahkan cara berpakaian perempuan menjadi tolak ukur moralitas mereka, dimana seseorang dengan pakaian terbuka atau dianggap “seksi” sering kali mendapatkan label negatif. 

Hal tersebut memicu tekanan dalam hubungan, dimana pasangan merasa berhak mengatur cara berpakaian dengan alasan melindungi atau menjaga reputasi. Lantas apakah hal tersebut benar – benar perlindungan, atau kontrol yang membatasi kebebasan perempuan sebagai bentuk dari budaya patriarki?  Bagaimana kita membedakan antara cinta yang mendukung dan kontrol yang membatasi? Apakah pembatasan berpakaian ini merupakan tanda hubungan yang sehat atau justru tidak sehat?

 Hubungan yang Sehat: Kebebasan dan Saling Menghormati

Jessie (22), menceritakan pengalamannya yang dibatasi dalam cara berpakaian oleh mantannya. Menurutnya hubungan yang sehat itu harus saling menghormati pilihan pasangannya termasuk dalam hal berpakaian. 

Ia percaya bahwa setiap pakaian yang dipilih pasti ada tempatnya dan ada waktunya misalnya dalam acara formal pakai pakaian yang rapi, namun jika berada didalam acara non-formal maka boleh menggunakan pakaian sesuai dengan gayanya masing-masing. 

“jadi ya hubungan yang sehat itu harus saling menghormati dengan cara diarahkan dan ditegur kalo misalnya gak sesuai, bukannya dituntut harus menggunakan pakaian sesuai yang dia mau.“ ujar Jessie.

Dalam sebuah hubungan yang sehat, cara berpakaian tidak dibatasi dan dipaksakan, melainkan komunikasi yang penuh penghormatan. Pasangan yang mendukung biasanya memberikan saran yang bersifat opsional, bukan instruksi. 

Menurut pengalaman Christin (22), hubungan yang sehat menghormati dalam hal kebebasan termasuk cara berpakaian. Namun jika memang ditemukan perbedaan pendapat, komunikasi menjadi kunci yang utama untuk saling mengerti. 

“Jadi kalo bisa kita tuh ngobrol berdua secara terbuka tanpa ada paksaan, tapi disisi lain juga kita harus bisa menghargai hak-hak pribadi” 

Pasangan dalam hubungan yang sehat akan menghormati hak setiap orang untuk menjadi dirinya sendiri dan menerima apa adanya. Hubungan seperti ini bisa membuat kita lebih percaya diri karena merasa diterima dan dihargai dengan tulus oleh pasangan.

Hubungan yang Tidak Sehat: Kontrol dan Manipulasi

Pembatasan cara berpakaian perempuan yang dilakukan oleh pasangannya,  sering kali dilakukan dengan dalih rasa kasih sayang, perhatian dan bentuk perlindungan. Sebagai perempuan yang mengutamakan perasaannya, pada awalnya hal itu memang terasa seperti bentuk perhatian yang tulus. 

“awalnya aku ngerasa ‘Ih dia perhatian deh sama aku, demi kebaikan aku dia gak suka nih ngeliat aku berpakaian terbuka,’ itu awalnya bentuk perhatian tapi, lama-lama aku ngerasa kaya tuntutan, karna aku harus ngikutin apa yang dia mau disisi lain dia gak mempertimbangkan perasaan dan keinginan aku” ungkap Christine dalam pengalamannya.

Walaupun awalnya terasa manis, pembatasan  yang terus berulang, tidak memberikan kebebasan untuk menjadi diri sendiri. Apalagi berada dalam hubungan yang tidak sehat akan membuat kita merasa tertekan, baik dengan komentar negatif, tekanan emosional atau bahkan ancaman yang diterima. Tujuannya bukan untuk merubah ke hal yang positif, tetapi justru untuk mengendalikan agar sesuai dengan standar yang diinginkan pasangan. Padahal diawal masa pendekatan tidak ada aturan atau kesepakatan mengenai batasan berpakaian.

“diawal pas PDKT, dia gerak-geriknya kurang nyaman tapi gak disampaikan, begitu pacaran baru itu pelan-pelan disampaikan sebagai bentuk perhatian, kayak ‘ kamu boleh gak pake baju ini, kamu cantik loh kalo pake baju ini. Tapi lama-lama ‘Kamu kenapa sih bajunya kaya gini? Aku kan udah bilang aku gak suka” tambah Christine

Kritik dan tuntutan justru akan membuat kita tidak pernah merasa cukup sehingga berdampak kepada rasa percaya diri. Tidak hanya itu, kita akan merasa ketergantungan untuk selalu mendapatkan persetujuan pasangan untuk merasa pantas.

Seperti halnya Jessie yang menceritakan sejak awal menjalin hubungan ia merasa keberatan dengan perlakuan mantan kekasihnya yang kerap mengatur cara ia berpakaian. Ia merasa seperti sebuah tuntutan yang membuatnya tidak bebas mengekspresikan dirinya dalam menjalani hubugan. Jessie merasa lama-lama ia seperti kehilangan dirinya sendiri. Selain itu ia mengaku bahwa mantan pacarnya yang dominan dan posesif membentuk rasa ketidak percayaan dirinya termasuk dalam membuat keputusan. Ingatlah bahwa cinta yang sehat akan selalu menghargai, menerima, dan mendukung segala keunikan yang kita miliki.

Picture of Devina

Devina

Luvmelove's Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *