Luvmelove.com – Banyak perempuan tetap mencintai olahraga dan berani melawan stigma demi mengejar impian. Salah satunya adalah Wulan, seorang mahasiswi yang terus memperjuangkan cita-citanya menjadi pemain sepak bola putri profesional. Walau pada kenyataannya, sepak bola masih di dominasi oleh pria.
Dari segi partisipasi, pengakuan, hingga pemberitaan, perempuan masih terlihat minim apresiasi. Kondisi ini menciptakan tantangan besar bagi perempuan yang ingin terlibat dalam dunia olahraga, terutama sepak bola. Mulai dari stereotip gender yang menyebut pemain sepak bola perempuan adalah tomboy, anggapan bahwa fisik perempuan lebih lemah, hingga minimnya dukungan untuk pemberdayaan dan organisasi sepak bola putri di berbagai daerah.
Ketertarikan Wulan pada sepak bola muncul sejak kecil, saat ia duduk di bangku SMP pada tahun 2015. Ia bergabung ke sebuah Sekolah Sepak Bola (SSB) pria di Tangerang Selatan dan menjadi satu-satunya perempuan di salah satu tim di sekolah tersebut. Wulan kerap mendapatkan diskriminasi di sekolahnya. Meski begitu, ia tetap bertahan demi mewujudkan mimpinya.
“Udah biasa sih disepelein, bahkan gak dikasih kesempatan giring bola saat permainan karena gak dipercaya,” ungkap Wulan.
Alih-alih diterima dengan baik, Wulan sering dipandang remeh oleh rekan setimnya. Ia lebih sering diposisikan sebagai pemain cadangan daripada pemain inti. Tidak hanya itu, sebagai pemain perempuan, ia jarang diberi kesempatan menggiring bola karena dianggap kurang strategis dibandingkan dengan pemain laki-laki.
“Bahkan waktu itu pernah ada bapak-bapak yang tanya, ‘Neng, ikutan sepak bola cuma buat kurusin badan ya?’”
Namun, di tengah komentar negatif dan sikap diskriminatif, Wulan tetap teguh pada tujuannya. Ia memilih fokus berlatih tanpa memperdulikan pandangan orang lain. Bahkan, ia meningkatkan intensitas latihannya untuk membuktikan bahwa perempuan juga memiliki kemampuan yang setara dengan laki-laki.
Kerja kerasnya mulai menunjukkan hasil. Dalam salah satu pertandingan, Wulan berhasil mencetak satu gol yang membuat beberapa rekan setimnya mulai mengakui potensinya. Meskipun sebagian besar masih meremehkannya, pencapaian itu menjadi bukti nyata bahwa perempuan juga bisa berprestasi dalam sepak bola.
Tantangannya tidak hanya datang dari pandangan orang lain yang sering meremehkannya. Keluarga Wulan pun tadinya sangat menentang mimpinya itu. Mereka masih menganggap bahwa olahraga sepak bola bukanlah hal yang umum dimainkan oleh perempuan.
“Awalnya orangtua gak setuju sih. Mereka bilang, ‘Ngapain anak perempuan ikut olahraga sepak bola? Mending belajar bahasa Inggris,’” jelas Wulan.
Meski begitu, Wulan tetap bertahan. Selama tiga tahun ia mengasah kemampuan di SSB Tangerang sebelum akhirnya bergabung dengan klub sepak bola khusus putri, Porprov Kabupaten Bogor. Di sana, ia merasakan dukungan yang berbeda. Sebagai sesama perempuan, ia merasa lebih dihargai dan didukung dalam mengejar mimpinya.
Kerja kerasnya selama ini tidak sia-sia. Wulan berhasil meruntuhkan stereotip bahwa perempuan secara fisik tidak mampu bersaing dalam olahraga yang didominasi laki-laki. Prestasinya pun tidak main-main; ia berhasil meraih pencapaian gemilang dalam liga tingkat provinsi bernama Piala Pertiwi.
Melalui sepak bola, Wulan mampu membuktikan kepada keluarganya bahwa ini bukan sekadar hobi. Ia berhasil membanggakan kedua orang tuanya dan menjadi inspirasi bagi banyak orang yang merasa tidak yakin dengan potensinya hanya karena dia seorang ‘perempuan’.
Kini, Wulan berharap pemerintah lebih serius dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan melalui cabang olahraga, termasuk salah satunya sepak bola putri. Ia berharap dukungan dan akses yang merata bisa dirasakan perempuan di seluruh daerah di Indonesia untuk kedepannya.
Devina
Luvmelove's Author